Masuk / Daftar
14 Mei 2025
Kepribadian seorang pemimpin perusahaan sering menjadi cerminan dari arah strategi yang diambil. Dalam dunia bisnis modern, karakter narsistik yang melekat pada CEO mulai menarik perhatian peneliti, khususnya terkait praktik manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh dosen Akuntansi UBAYA, Prof. Dr Dedhy Sulistiawan, S.E., M.Sc., Ak., CA, mengungkapkan bagaimana narsisme seorang CEO, terutama yang tercermin dari eksposur publik mereka, berpengaruh terhadap kecenderungan manipulasi laba perusahaan di Indonesia.
Penelitian tersebut mengambil sampel untuk diobservasi dari 840 perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 2018 hingga 2020. Narsisme CEO diukur menggunakan tiga indikator, yaitu ukuran foto CEO dalam laporan tahunan, seberapa sering nama CEO muncul dalam media (publisitas), dan jumlah akun media sosial pribadi yang dimiliki. Ketiganya digunakan sebagai alat ukur untuk menilai tingkat narsisme tanpa interaksi langsung dengan CEO.
Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa secara umum, variabel gabungan dari ketiga indikator narsisme tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Namun, ketika indikator dipecah secara individual, publisitas CEO menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap praktek manajemen laba. CEO yang lebih sering diberitakan dalam media cenderung menggunakan strategi peningkatan laba (income-increasing) untuk menjaga citra dan reputasi mereka.
Selain itu, juga ditemukan bahwa efek publisitas CEO terhadap manajemen laba menjadi lebih kuat pada perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa CEO yang narsistik dengan eksposur tinggi akan semakin terdorong untuk menampilkan performa keuangan yang baik demi mempertahankan reputasi, terutama saat perusahaan sedang dalam kondisi laba.
Dari penelitian tersebut, diindikasikan bahwa narsisme yang diukur dari publisitas CEO cenderung merangsang keputusan akuntansi yang oportunistik, sehingga dapat mengaburkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya. Hal ini menegaskan bahwa kepentingan pribadi CEO dapat mengalahkan kepentingan pemegang saham, sesuai dengan pandangan teori agensi.
Dalam kondisi keuangan yang beresiko tinggi (leverage besar), CEO dengan tingkat narsisme yang tinggi, semakin termotivasi untuk melakukan manajemen laba demi menjaga citra di mata publik dan pemberi pinjaman. Sebaliknya, saat profitabilitas tinggi, CEO dengan publisitas besar justru cenderung menahan diri dari manipulasi. Hal ini mungkin dikarenakan kepercayaan pasar sudah cukup kuat.
Penting untuk membedakan dua jenis narsisme, yaitu grandiose dan vulnerable. CEO dengan narsisme grandiose cenderung dominan dan percaya diri, sementara yang vulnerable lebih sensitif dan penuh kehati-hatian. Narsisme CEO, khususnya yang tercermin dari tingginya publisitas di media, dapat menjadi pemicu yang signifikan terhadap praktek manajemen laba di perusahaan Indonesia. Terdapat sisi psikologis dari keputusan keuangan, sehingga pemangku kepentingan harus lebih cermat dalam menilai integritas seorang pemimpin perusahaan dari citra publiknya.
*Note:
Ulasan diatas merupakan rangkuman dari:
Christian, P. G., & Sulistiawan, D. (2022). When Narcissus Became a CEO: CEO Narcissism and Its Effect on Earnings Management. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, 9(2), 135–148.
Download full artikel:
https://doi.org/10.24815/jdab.v9i2.24947
Populer