Masuk / Daftar
31 Oktober 2025
Dalam dunia manufaktur dan pengendalian biaya, metode penentuan harga pokok produk tidak hanya berdampak signifikan pada nilai persediaan dan laba yang dilaporkan, namun juga pada pengambilan keputusan internal manajemen. Dua metode yang paling umum digunakan adalah absorption costing dan variable costing. Kedua metode tersebut memiliki perbedaan dalam konteks income statement, pengaruh perubahan persediaan, evaluasi kinerja, serta kapan penggunaannya. Seperti apa perbedaan antara absorption costing dan variable costing? Mana yang sebaiknya digunakan? Yuk kita bahas dalam artikel ini!
Definisi dan Karakteristik
Absorption Costing adalah metode penentuan harga pokok produk yang memasukkan seluruh biaya produksi yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, overhead variabel manufaktur, dan overhead tetap manufaktur ke dalam biaya per unit produk. Sebagian biaya overhead tetap akan “terserap” ke dalam persediaan produk yang belum terjual. Sedangkan Variable Costing adalah metode dimana hanya biaya produksi yang bersifat variabel seperti bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead variabel yang diikutsertakan ke dalam biaya produk. Overhead tetap manufaktur diperlakukan sebagai beban periode dan diakui sebagai expense pada periode terjadinya.
Perbedaan Utama
Pada absorption costing, fixed manufacturing overhead dibebankan ke produk dan berada dalam persediaan bila belum terjual. Sedangkan pada variable costing, fixed overhead langsung dianggap sebagai beban periode. Hal ini menyebabkan laba yang dilaporkan berbeda antara kedua metode tersebut jika jumlah unit yang diproduksi berbeda dengan jumlah unit yang dijual. Jika produksi lebih tinggi dari penjualan, maka persediaan akhir naik. Dalam absorption costing sebagian fixed overhead “tertunda” dalam persediaan sehingga laba yang dilaporkan lebih tinggi dibandingkan variable costing. Selain itu, variable costing lebih menekankan contribution margin dan pengendalian biaya variabel serta hubungan antara volume, biaya, dan laba. Sementara absorption costing lebih menekankan unit cost yang penuh dan cocok untuk pelaporan eksternal serta inventarisasi.
Kelebihan dan kekurangan
Absorption Costing – Kelebihan:
Absorption Costing – Kekurangan:
Variable Costing – Kelebihan
Variable Costing – Kekurangan
Metode mana sebaiknya digunakan?
Absorption costing digunakan jika fokus utama perusahaan adalah pelaporan keuangan eksternal, seperti penyusunan laporan laba rugi dan neraca yang akan diaudit atau disampaikan kepada pemegang saham. Metode ini memenuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum karena seluruh biaya produksi, baik tetap maupun variabel, dimasukkan ke dalam harga pokok produk. Dengan cara ini, nilai persediaan dan laba yang dilaporkan menjadi lebih lengkap dan sesuai dengan standar pelaporan eksternal.
Selain itu, absorption costing juga dapat digunakan jika perusahaan memerlukan informasi untuk penetapan harga jangka panjang, perhitungan biaya penuh per unit, atau pelaporan yang melibatkan valuasi aset dan persediaan. Metode ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai total biaya produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk.
Variable costing digunakan bila tujuan utama untuk pengambilan keputusan internal, seperti analisis break-even point, penentuan contribution margin, atau penilaian kinerja segmen usaha. Metode ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan antara biaya, volume, dan laba karena hanya biaya yang berubah akibat aktivitas produksi yang diperhitungkan. Oleh karena itu, manajemen dapat lebih mudah mengendalikan biaya dan menilai efektivitas operasional tanpa dipengaruhi oleh perubahan jumlah persediaan.
Selain itu, dalam kondisi di mana volume produksi dan penjualan sering berfluktuasi, variable costing membantu menampilkan hasil laba yang lebih realistis. Metode ini menghindari distorsi laba yang dapat terjadi pada absorption costing ketika persediaan meningkat dan sebagian biaya tetap belum diakui sebagai beban. Tidak ada metode yang lebih unggul dalam segala situasi. Perusahaan sebaiknya memahami kelebihan dan kelemahan masing-masing metode agar dapat menggunakannya dengan tepat sesuai konteks pelaporan dan kebutuhan pengambilan keputusan manajerial.
Contoh kasus
Sebuah perusahaan manufaktur memproduksi 15.000 unit dalam satu periode, tetapi hanya menjual 10.000 unit, sehingga ada 5.000 unit persediaan akhir. Dengan absorption costing, sebagian fixed manufacturing overhead pada 5.000 unit persediaan belum dijual akan ditunda dalam neraca dan belum diakui sebagai beban sehingga laba pada periode tersebut lebih tinggi dibandingkan jika menggunakan variable costing. Jika manajemen hanya fokus melaporkan laba yang tinggi, mungkin akan terdorong untuk memproduksi lebih dari yang dijual sehingga beresiko persediaan menumpuk.
Dalam memilih antara absorption costing dan variable costing, tidak ada satu metode yang selalu lebih baik dalam semua situasi. Pemilihan metode bergantung pada tujuan, apakah untuk pelaporan eksternal, pengambilan keputusan internal, kontrol biaya, atau evaluasi kinerja. Sederhananya, gunakan absorption costing ketika membutuhkan metode untuk memenuhi prinsip pelaporan eksternal, kebutuhan valuasi persediaan, atau penentuan harga jangka panjang yang mencakup seluruh biaya produksi, dan variable costing ketika ingin memperoleh informasi yang lebih jelas untuk pengambilan keputusan internal, analisis kontribusi, pengendalian biaya variabel, dan evaluasi kinerja yang tidak terdistorsi oleh perubahan persediaan.
Referensi:
Hansen, D. R., & Mowen, M. M. (2007). Managerial Accounting (8th ed.). Thomson South-Western.
(Nadine)
X
Populer